Seumpama biji, pada tanaman.Yang di semai tujuh tangkai. Begitulah kebaikan infak menjiwai. Jariyah pun tak jauh dalam visi menyerupai. Indah semerbak harum mewangi.
Menanam jariyah, mirip bak menyemai. Butuh sabar hati merangkai. Begitu tumbuh berdaun, berbuah, dan bertangkai. seumpama dalam nilai. Sekian waktu siap di anai. Kebaikan muda pun muncul bersemai. Bahkan lebih lebat lagi merangkai biji.
Serupiah yang nampak awal tak bernilai. Tapi tumbuh jadi tempat mengaji. Berkumpul orang terinspirasi. Nggak menyangka, akan begini.
Bertambah terus santri. Akhirnya menjadi komunitas mengaji.Menular sana sini. Setiap yang melihat dan memandang bikin iri.
Komunitas itu, lambat laun jadi desa mengaji. Anak- anak lebih bangga mengaji dari pada nonton tv. Orang tua pun ikut sadar diri. Ikutan mengaji. Walaupun usia sudah ketinggalan tak mengimbangi. Gemuruh tiap malam orang mengaji. Sendirinya cahaya barokah menerangi.
Seiring, banyaknya jariyah demi jaryah muncul terilhami. Cahaya baokah juga makin terang menjiwai. Cahaya di atas cahaya membumi. Semerbak pahala pun mewangi.
Begitu hebatnya kebaikan, dalam jariyah yang membiji. Hutan lebat dengan banyak manfaat oksigen dan nutrisi. Kadang banyak yang lalai, bahwa dulu awalnya bermula dari sebutir biji. Semoga kita dengan hikmahnya tersirami...aamiin.
(Ust. Umar Faqihudin)