SEVISI


Sudah mulai jalan, tapi bingung akan dibawa ke mana nanti ke depan.

Asrama dan fasilitasnya ada, tapi selalu mengeluh akan kekurangan.

Guru-guru sudah banyak, tapi ada yang kurang sreg dan memuaskan.


Beginilah balada sebuah lembaga pendidikan.

Apalagi yang menjadi kiblat sudah meninggalkanya di depan.

Sementara ia merasa ketinggalan.


Semakin hari semakin banyak tuntutan.

Ada yang menuntut kualitas di majukan.

Ada yang menuntut kwantitas di tambahkan.


Tak ketinggalan, biaya dan operasional di sesuaikan.

Akhirnya mau tak mau kita belajar soal tarbiyah yang di jadikan pijakan.

Agar tak goyah dan kesana kemari mencari pegangan.


Ada istilah tarbiyah yang sempat terlupakan.

Shohabat, tabi'in, dan tabiut tabi'in.

Ngertinya ini istilah aqidah,padahal istilah pendidikan.


Dulunya,para sahabat di sekitar Rasulullah di kira masalah aqidah.

Ternyata untuk kepentingan tarbiyah, bahwa akan di tarik ke persoalan aqigdah, itu silakan.

Tapi persoalan tarbiyah itu yang paling dominan.


Maka, kata : "shohhaba" yang pertama kental dan akrab di telinga.

Yang maknanya "bergaul", dan hidup bersama.

Maka, tidaklah di sebut shahabat, kecuali ia hidup dan bergaul bersama nabi.


Kemudian ada istilah "ittaba'a" mengikuti di belakangnya dan tidak harus bergaul dan hidup semasanya.

Kalau pendidikan menerapkan kaidah ini,akan sederhana dan ringan.


Tidak ada istilah kehilangan arah dan salah jalan.

Setiap angkatan sama kualitas dan tingkatan.

Sehingga kurikulum tidak gonta ganti dengan bergai alasan.


Seorang kyai cukup mendefinisikan apa yang di lakukan setiap hari dan menjadi kebiasaan.

Ustadz dan santri bisa mengcopy paste dari yang di biasakan kyai.

Dan dicopy paste juga oleh seluruh yang di pondok.


Satu pondok akan sama apa yang dilakukan.

Tidak ada kondisi beda visi.

Dan berjalan lebih ringan sekalipun banyak cabang dan tanggungan.              Maka, istilah pondok lebih mudah didefinisikan tempat mengcopy paste visi.

Tidak akan jauh keadaan 

Previous Post Next Post