Kaidah indah, untuk menjadi pegangan yang gagah. Agar sirna segala gundah. Tak mudah lisan mengumpat sumpah serapah. Sebab pendirian yang mulai goyah.
Lihatlah, kalimat ini sebagai penggugah. Dari kitabullah di unggah. Sejenak, layaknya kita singgah. Untuk menjadi oase diri yang sedang gerah.
ÙˆَعَسَÙ‰ Ø£َÙ†ْ تَÙƒْرَÙ‡ُوا Ø´َÙŠْئًا ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ø®َÙŠْرٌ Ù„َÙƒُÙ…ْ ÙˆَعَسَÙ‰ Ø£َÙ†ْ تُØِبُّوا Ø´َÙŠْئًا ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ø´َرٌّ Ù„َÙƒُÙ…ْ ÙˆَاللَّÙ‡ُ
ÙŠَعْÙ„َÙ…ُ ÙˆَØ£َÙ†ْتُÙ…ْ Ù„َا تَعْÙ„َÙ…ُونَ
Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.
Yang menarik, tak identik dengan yang baik sebagai hikmah. Ibunda nabiyullah Musa 'Alaihissalam terpaksa sejak bayi berpisah. Bukan cari masalah. Tapi karena sebuah perintah. Dan akhir cerita yang tentunya indah.
Sekalipun awalnyah jengah. Tetaplah di stas pilihan hidayah. Dengan selala suguhan yang awalnya memayah. Lihatlah, tergambar akhir yang indah. Bak pelangi, buah dari hujan air mata yang tercurah.
Ust. Umar Faqihuddin